ujian madrasah

UJIAN MADRASAH YANG MANDIRI

Moch. Syaechu Nasirudin


Sebanyak 258 Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan 107 Madrasah Tsanawiyah se Kabupaten Bojonegoro, pada hari Senin, 05 sampai dengan Sabtu, 10 April 2021 mengadakan Ujian Madrasah (UM) serentak, bahkan ada beberapa lembaga yang memulai pada hari sebelumnya dengan Mata Pelajaran Mulok.

Ujian yang dilaksanakan oleh Madrasah sebagai Satuan Pendidikan, merupakan penilaian hasil belajar sebagai bentuk mengukur pencapaian Standart Kompetensi Lulusan (SKL), bagi semua peserta didik yang akan mengakhiri jenjang pendidikanya, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu prasyarat penentuan kelulusan siswa, dan dapat dimanfaatkan sebagai tolak ukur Madrasah untuk memperbaiki proses pembelajaran di waktu akan datang. 

Selaras dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomer 1 tahun 2021, tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan, maka Ujian Madrasah menjadi salah satu bagian dari tiga poin yang menentukan kelulusan peserta didik. 

Tiga poin sebagaimana edaran tersebut adalah, peserta didik dinyatakan lulus oleh satuan pendidikan manakala : pertama, menyelesaikan program pembelajaran dibuktikan dengan raport tiap semester; kedua, memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik, ketiga, mengikuti ujian yang diselenggarakan oeh satuan pendidikan; bentuk poin ketiga ini berupa portofolia, penugasan, tes secara luring atau daring, dan bentuk kegiatan penilaian yang ditetapkan oleh satuan penididikan.

Disinilah terdapat perbedaaan antara Ujian Nasional (UN) dan Ujian Madrasah (UM), jika UN berstandart Nasional dengan mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA, sedang UM berstandart Satuan Pendidikan mengujikan semua mata pelajaran yang diajarkan satuan penididikan tersebut (termasuk muatan lokal-mulok). Prosedur pembuatan soalpun berbeda, dalam UN terdapat 20%-25% disiapkan oleh pusat, sisanya 75%-80% disiapkan oleh guru atau Kelompok Kerja Guru (KKG), sementara keseluruhan soal UM dibuat oleh guru Mata Pelajaran sendiri.

Pembuatan soal didasarkan pada kisi-kisi yang disusun guru dan ditetapkan oleh Kepala Madrasah, sedang mata pelajaran Al Quran-Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab mengikuti kisi-kisi yang disusun oleh Kementerian Agama RI.

Dalam penyusunan soal, ternyata terdapat banyak kendala, sebab guru yang biasanya tiap pelaksanaan ujian dimanjakan tidak pernah membuat soal, sekarang dituntut harus menyusun soal sendiri, apalagi bagi satuan pendidikan yang bergabung dalam organisasi sosial keagamaan (NU dan Muhammadiyah misalnya), maka guru praktis tidak membuat soal, sebab sudah disiapkan oleh tim yang ditunjuk organisasi dimaksud.

Bagi Madrasah yang mengadakan ujian berbasis kertas dan pensil (UMKP), mungkin kurang mempunyai kendala yang menantang, namun karena lembaga yang mengadakan Ujian Madrasah berbasis komputer (UMBK - khususnya MI) mencapai 81%, maka guru yang kurang menguasai IT  mempunyai tantangan baru dalam mamasukkan soal ke dalam aplikasi. Kejadian serupun muncul, ketika mengedit soal yang sudah dimasukan aplikasi ternyata semua data hilang dan harus mengulang dari awal; ada pula yang antar laptop aplikaasinya berbeda (tulisan arab), sehingga terdapat data yang terbaca oleh satu komputer tidak terbaca komputer lainya.

Kejadian ini menjadi pernak pernik cerita keseruan penyusunan soal UM, sekaligus sebagai pengingat bahwa perkembangan Informasi dan tehnologi seharusnya tidak saja dikuasai guru IT namun diikuti semua guru, apalagi dalam pelaksanaan ujian, tentu akan menghaapi kendala yang harus diantisipasi, mulai keterbatasan siswa yang tidak mempunyai HP, paket data kurang memadai, lemahnya signal, sampai pada siswa yang masih gagap tehnologi, meskipun sudah mengikuti try out dan simulasi beberapa kali.

Bojonegoro, 05 April 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SURAT UNTUK PU

KHOUL

Pancasila